Total Tayangan Halaman

Senin, 28 Januari 2013

KPMD, Antara Kompensasi dan Realitas Pemberdayaan Desa

oleh: 
Whan Laba*)

Sebagai salah seorang pelaku pemberdayaan saya banyak menemui bahwa peran-peran strategis di Desa tidak berlangsung secara optimal seperti yang di amanatkan oleh program. Bukan berarti semua Desa pelakunya tidak optimal, namun dari kacamata pengalaman saya, hampir rata-rata pelaku di Desa terkadang terpusat hanya kepada orang-orang itu saja. Meskipun dalam PNPM, telah terbentuk pelaku-pelaku yang di syahkan pada saat Musyawarah Desa (MD), namun kualitas yang di harapkan belum dapat dikatakan menggembirakan.

Salah satu peran pelaku yang selama ini di pandang penting namun terlupakan adalah KPMD. Kader Desa yang di bentuk PNPM yang mengemban tugas dalam hal memfasilitasi segala mediasi, konsultasi, evaluasi dan monitoring terhadap kegiatan PNPM di desa tersebut dengan supervise dari Fasilitator Kecamatan. Singkat kata KPMD adalah pengendali pelaksanaan program di Desa untuk memastikan bahwa kegiatan program berjalan sesuai dengan prinsip dan prosedur PNPM, meskipun dalam beberapa hal kewenangannya di batasi. Yaitu hanya dalam soal pencairan dana proyek PNPM saja tidak memerlukan KPMD. Karena pencariran dana mutlak di sertifikasi langsung oleh Fasilitator. Meskipun tidak di larang apabila KPMD memberikan rekomendasi kepada Fasiliator kaitanya dengan pelaksanaan kegiatan desa.

Namun dalam banyak tahapan lain, peran-peran KPMD memegang posisi strategis untuk mengawal kegiatan PNPM.  KPMD lah agent culture of change yang sejati di desa. Dalam perjalanan program, peran KPMD di nilai belum memberikan kontribusi secara maksimal dalam proses pemberdayaan masyarakat di Desa. KPMD hanya terbatas sebagai tangan panjang FK untuk membuat proposal usulan dan tugas administrative yang lain saja. 

Tidak mengecilkan peran KPMD dan mungkin ini hanya bersifat kasuistik saja, bahwa secara umum pemahaman KPMD hampir tidak memiliki peran apa-apa di Desa. Kecuali sebagian besar pekerjaanya hanyalah datang ketika Rakor KPMD untuk menerima transport dan menghadiri Musdes yang ada. Datang dan duduk saja mendengarkan. Padahal di PTO pun tercantum bahwa yang memfasilitasi musyawarah adalah KPMD. Fasilitator hanya memfasilitasi pada saat Musdes Sosialiasi. Tapi kembali lagi bahwa dominasi fasilitator yang sangat tinggi membuat desa, KPMD atau pelaku yang lain sangat tergantung kepadanya. Bahkan ada rasa kalau Musdes atau kegiatan lain tidak di dampingi dan di arahkan fasilitator merasa takut salah dan rasa minder lainnya. Bila kasus yang ini, yang harus di jewer pertama kali adalah fasilitatornya yang kurang memberikan bimbingan, peluang dan kepercayaan untuk para pelaku berkembang. Meskipun tetap harus tetap ada pendampingan dan evaluasi untuk memastikan tahapan tidak keluar dari prinsip program.

Setiap kali saya menghadiri Musdes, banyak masyarakat yang mengeluh menyampaikan kepada saya,” sulit sekarang mas, cari orang yang mau menjadi berjuang bagi desa yang tidak mendapatkan apa-apa.” Ada lagi yang juga mengatakan,”mencari orang yang kober (punya waktu) untuk mengurusi desa sudah jarang mas. Mereka lebih memikih mencari pekerjaaan di tempat lain daripada mengurusi desa namun tidak mendapatkan apa-apa. Yang anak muda tidak perduli dengan pembangunan desanya, yang pintar rata-rata sudah bekerja di luar kota, tinggal hanya yang tua-tua yang sudah phase-out.”
 Sehingga yang terjadi adalah ketika proses pemilihan KPMD terpilih orang-orang seadanya yang hanya sebagai penggugur kewajiban saja. Apakah calon KPMD itu punya kompetensi atau tidak bukan merupakan hal yang memusingkan. Yang penting Desa mendapat proyek PNPM.

Namun di sisi lain, seperti yang tercetus dari ungkapan seorang teman dari desa lain yang menyampaikan aspirasinya , yang kecewa karena hanya mendapatkan transport yang minimalis, sehingga ia mau keluar menjadi kader desa.Dan ada juga teman yang karena sibuk dengan urusan keluarga ingin keluar dari KPMD.

Terus akan seperti apa menyikapi hal ini? Saya sih secara pribadi tidak keberatan kalau umpamanya KPMD dapat gaji atau setidaknya kompensasi yang wajar. Jangankan KPMD, kalau perlu pak RT juga boleh untuk di usulkan. Karena kalau pemikiran kita adalah membangun desa sendiri tidak mendapat kompensasi, ya itu penerapanya jangan berlaku hanya pada wilayah desa saja, Namun coba kembangkan ke wilayah lain yang lebih luas, Misalnya sering ada pernyataan “Buat kader desa, tak usahlah fokus pada Rupiah, ibarat bangun rumah sendiri (desamu!), masak bangun rumah sendiri minta gaji/honor,….” Sering terpaksanya saya sendiri sering bilang, bila memang bahasanya seperti itu saya sih setuju saja. Namun coba di kembangkan lagi bahasanya, umpamanya kader desa di ganti dengan Presiden, DPR, Gubernur, Bupati, Kades dlsb. ‘Buat para Presiden, tak usahlah fokus pada Rupiah, ibarat bangun rumah sendiri ( Negaramu!) masak bangun negaramu minta gaji/honor. Silahkan yang lain di teruskan sendiri.

Seperti halnya Pendamping Lokal (PL), KPMD pewaris ilmunya pemberdayaan di desa. Dialah yg nantinya akan jadi ujung tombak konsultasi, monitoring, evaluasi, mediasi dlsb yang tidak hanya untuk PNPM saja namun juga untuk program-program yang lain. Pengawal prinsip, prosedur dan pengusung misi pemberdayaan. Bila desa ingin berdaya salah satu indikatornya adalah kemampuan KPMD dalam fasilitasi di desa. Tanpa kerja KPMD, PNPM menjadi sekarang ini yaitu hanya terjebak kepada Proyek semata namun lepas esensi pemberdayaannya.

So. Saya sih setuju saja dan umpamanya mendukung adanya gaji KPMD, namun juga di pastikan bahwa kualitas KPMD juga bisa di pertangunggungjawabkan. Sehingga jangan ada lagi nada-nada minor yg menuduh KPMD hanya sebagai pelengkap program, mau transportnya tapi tak mau kerjanya. Hanya datang ketika rakor KPMD dan hanya jadi peserta Musdes, tapi lupa denga misi yang harus di kawalnya. KPMD pun harus berubah serta mampu menunjukkan kapasitas dan buktinya kepada masyarakat juga program. Dan jangan lupa bahwa di tangan KPMDlah nilai pemberdayaan di desa ini nanti akan di titipkan.

Dikutip dari berbagai sumber.

*Penulis adalah Kader Pemberdayaan Masyarakat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar